Kamis, 26 Januari 2012

Baduy ; a “Mixture” Journey (Bagian Pembuka)

singgah di "Indonesia"
Si Badu yang melegenda

Sewaktu kecil, saya sering bermain dengan adik saya ( secara nggak pernah punya teman ya :P ) Kadang kadang kami main masak-masakan, kadang main sekolah sekolahan (saya guru yang galak, adik saya jadi murid yang bego HAHAHAHHAHA) kadang juga main jadi dunia bawah laut , saya raja laut yang jahat dan adik saya si Wisnu jadi putru duyung yang dianiaya. Tetapi ada kalanya kami permainan kami cukup berkualitas, dimana kami memerankan suku suku mendunia , alkisah kami berdua menjadi suku Aborigin dan suku Baduy. Saya lupa kapan tepatnya kami berdua kenal namanya suku Baduy dan Aborigin.

Melihat langsung saja belom pernah, mungkin lewat informasi sepotong sepotong dari TVRI kala itu.
Singkat cerita si Wisnu adik saya berperan menjadi suku Aborigin yang namanya Abo, sedang saya berperan sebagai suku Baduy yang namanya Badu. Untuk detilnya saya lupa permainan macam apa yang kami mainkan ketika berusia 9 (saya) dan 5 tahun (Wisnu), yang jelas nama Badu dan Abo masih melekat hingga hari ini pada ingatan indah keluarga kami (xixixixi).
 
Setelah beranjak dewasa sayapun tak memiliki ketertarikan khusus akan keberadaan suku aborigin maupun Baduy. Terlebih Baduy...membayangkan bertemu mereka saja saya tak pernah.
Hingga pada suatu hari yang gerimis, saya bersama beberapa teman saya pergi ke Baduy Via Stasiun Balapan Solo. Tanpa diiringi pak Didi Kempot , saya berkereta senja bersama mbak Tika, mbak Yuli ,Lukit dan Yoyok serta beberapa teman bule-nya mbak Tika.
 
Dengan rasa pede , sok tahu serta penuh ketergantungan dengan kawan kawan seperjuangan , sayapun pergi dengan nekatnya untuk menemui “Si Badu” tokoh masa kecil yang sering saya perankan yang saya tidak pernah tahu seperti apakah dia.
Jujur... kali ini saya benar benar tidak ada bayangan mengenai tempat apa yang akan saya kunjungi, hanya berbekal browsing2 dan denger cerita cerita dari orang yang belum kesana juga...modal saya hanya “katanya” , 300ribu juga Pertemanan yang erat.
Disambut oleh toserba 24 jam dan provider celular

From Solo with Senja Utama... itulah judul perjalanan 12-jam kami. Itu adalah perjalanan dengan kereta api terlama yang pernah saya jalani. Saya juga baru tahu kalau kereta bisnis itu sering “diinjak” sama kereta eksekutip. HOHOHO
 
Oh ya di Cirebon kami bertemu 2 anggota lagi, mereka adalah Miss Rani dan Bang Ucup (yang selalu membawa buku sakti cacatan pengeluaran kelompok selama perjalanan).
Masih perlu naik 2 kereta api lagi untuk menuju rangkas bitung. Singkat cerita setelah sampai Rangkas Bitung, saya dan teman-teman menyewa sebuah mini bus untuk sampai ke CIBOLEGER.
Lamaaaa.... sekali rasanya perjalanan kami, lewat sawah serta hutan hutan yang kian tandus karena habis habisan di eksplorasi. Akhirnya.... sampailah kami di CIBOLEGER, kamipun sempat foto foto di depan patung (yang sepertinya ... sosok orang Baduy). Dan tepat persis di depan patung, tampaklah sebuah toserba 24 Jam yang berinisial AL.  JRENG JRENG....
Okelah... nggak papa toh ini belum masuk kampung Baduy.

Akhirnya si Akang (bapak – bapak Baduy Luar yang rumahnya kami tinggali) memandu kami menuju Baduy Luar. Rasanya sungguh menggembirakan,kamipun berjalan agak menanjak dari mini market AL tadi. Ekspektasi saya ini bakalan jadi perjalanan panjang yang melelahkan. Kira-kira 500 meter kemudian kami bertemu dengan gapura bambu yang ada tulisannya “Selamat datang di Baduy” yang disponsori oleh sebuah provider celular (gosipnya di baduy nggak ada sinyal...tapi kok...) ya sudah nggak papa .... (lha emangnya ada apa hehehe) nah... sehabis gapura itu ada kampung tapi belum baduy, ada semacam puskesmas yang menyediakan fasilitas TV di luar,lalu di depan tempat yang kayaknya puskesmas itu sudah ada kampung Baduy Luar Ciboleger. Baru mau jalan lagi.....eeehhhh sudah di stop...langsung belok ke sebuah rumah, persis di depan tempat yang ada TV nya tadi. 

Ternyata kami akan menginap di kampung baduy luar yang luarnya nggak tanggung tanggung, tempat di mana kami akan menginap 2 malam adalah rumah terluar di baduy luar yang terluar... Luarrr biasa...  -_____- 
Sungguh luar yang serius. Kata miss Rani : seumpama baju, tempat tadi adalah jas hujan di luar jaket... hidihhhh....
 
Datangnya si Kuntilanak Haha hihi
 
Tanpa listrik...tanpa kasur.... ya memang kesederhanaanlah yg terpancar dan seolah menjadi tag line dari Baduy

sepiiiii pedalaman Indonesia yang mengagumkan..... BOHONG!!!
Baduy Luar yang terrrrluaarrrrrr tenyata ruamenya ampun ampunan... ketika malam menjelang warga Baduy dan warga yang bukan Baduy berbondong-bondong melihat televisi (non bar). Siapa sih yang punya ide kurang sopan memasang televisi 5 langkah kaki dari perkampungan Baduy yang tidak boleh berlistrik. Okelah kalau tujuannya membawa “moderenitas” untuk hal yang lebih positif, apanya yang moderenitas membawa positif jika chanel yang ditonton adalah televisi yang itu.....yang itu tu yang acaranya ada kuntilanak haha hihi, ular ular dan naik elang raksasa. Pasti tanpa menyebutkan chanelnya ananda sekalian sudah tahu chanel yang mana.
 
Saya tidak terlalu heran jika reaksi beberapa orang Baduy luar dalam menonton televisi seperti itu. Jangankan mereka yang dilarang mempunyai listrik tertarik melihat televisi , kita saja yang sudah terbiasa dengan barang2 elektronik tentu ada perasaan ingin tahu terhadap benda tersebut atau gadget lain yang tampaknya fun. Yang saya sesalkan adalah kekurang tanggapan pihak pemasang televisi dalam menjaga luhurnya budaya kesederhanaan serta ketenangan Baduy serta kultur mereka yang menjunjung keseimbangan, sama rasa , keselarasan dengan “iming iming” televisi 5 langkah dari rumah.
Sungguh menyedihkan, budaya yang langka, menarik, eksotis,jujur dan lugu diganggu dengan generasi alay dan kuntilanak haha hihi produk khas modernisasi. Parang Jati (dalam novel Bilangan Fu) benar dan bijaksana untuk memasukkan Moderenisasi dalam trio 3M = Musuh Dunia . Betapa tidak, karena Televisi (jarak 5 langkah kaki) dan minimarket berinisial AL (jarak 500 meter) di rumah Baduy Luar yang kecil namun indah kami disuguhi sebakul nasi dan telur ceplok yang dibeli di minimarket AL . T T , padahal ada warung tradisional , mereka juga punya sawah dan lumbung...hix hix... karena modernisasi yang selalu dianggap pembawa sifat kekerenan mereka agak malu menyajikan sajian apa adanya “kalau beli di mini market lebih bagus barangnya teh” (siapa bilang paaaaakkkkk hix hix  itu mungkin imporrrr dan nggak lebih bagus untuk siapapun <<< jerit batin saya gulung gulung).
 
FYI Beberapa mereka yang masih takut melanggar adat(untuk tidak menikmati listrik dan elektronik) melihat TV dari teras rumah dengan penuh rasa ingin tahu, tanpa tahu apa yang disiarkan televisi, mereka hanya ingin tahu. Andai saya bisa menjelaskan sebenarnya apa itu televisi beserta kuntilanak kuntilanak nya pasti mereka hanya akan bilang;  “ooooowalahhhh cuman benda nggak penting” .
Dan....begitulah nasib dhek Wine di kampung Baduy terrrr....luaaarrrrrr..... Sepanjang malam saya tidak bisa tidur karena suara orang berantem (di sinetron), gelas pecah (masih di sinetron), iklan susu,iklan apa,iklan lagi, suara macan (di sinetron juga) dannnn tentu saja suara Hahahahahhahaha....hiiiiiihihihihihiiiii yang khas itu, sungguh susah tidur di sana, lebih ramai dari kost saya di tengah kota Solo.

Suara elang misterius

Mungkin karena kelelahan menahan suara suara dari sinetron TV tetangga depan rumah, akhirnya saya tertidur. Pas lagi enak enaknya tidur....karena mulai dingin dan suasana mulai tenang menentramkan tiba tiba terdengarlah suara elang..... yah...burung burung gitu....wiiiihhh bathin saya terasa tentram...finally I found my lovely peace Baduy.... saya melihat jam , ternyata sudah setengah 6 pagi, tetapi suara burung itu masih ada, beberapa deting kemudian suara burung merdu tadi dilanjutkan suara musik... (ha?) dengan seksama saya dengarkan...

Dua detik kemudian saya sadar, suara burung tersebut merupakan bagian dari jingle sebuah stasiun televisi...  oooohhhh.... noooo.... (kembali ngumpet di balik sleeping bag).

Uniknya Baduy Luar

Merasa agak salah memilih menginap (terlalu dekat dengan TV) tidak lantas membuat perjalanan saya mendapat skor mengecewakan. Masyakat Baduy Luar boleh berhadapan langsung dengan dunia luar dan menonton televisi setiap malam. Tetapi mereka tetap memegang aturan adat yang ada.  Hasil wawancara dengan akang pemilik rumah, semua benda yang dimiliki oleh orang baduy harus seimbang antara orang satu dan lainnya. Misalnya peralatan dapur, orang Baduy mempunyai peralatan yang sama dan dibeli di tempat yang sama, demikian juga dengan baju dan rumah. Jadi akan ada semacam rapat suku untuk menentukan benda mana yang menjadi kebutuhan dan disamakan oleh semua orang Baduy (WoW). Mempunyai sesuatu yang berbeda dan berlebihan dibanding suku Baduy yang lain dapat dianggap sebagai bentuk ketidak seimbangan.

Di Baduy luar penduduknya juga berpakaian “seragam”. Wanitanya memakai atasan gelap (hijau tua/biru tua/hitam...tua hehehe) bawahannya memakai sarung yang motifnya batik bunga2/kotak kotak (bisa apa saja) tapi berwarna biru tua kombinasi hitam. Mereka khusus memesan kain seperti itu pada sebuah pabrik untuk khusus dipakai orang Baduy luar (tetapi boleh juga dibeli wisatawan yang ke Baduy) .
 Suku Baduy juga tidak diperbolehkan bersekolah, tapi jangan dibayangkan mereka tidak bisa membaca atau menulis. Merekan belajar menulis dan membaca sendiri dan juga mengajari anak anaknya sendiri. Ya benar... tidak perlu sekolah formal untuk menjadi berkualitas. To be honest tidak banyak informasi yang saya dapat dari pemilik rumah yang saya tinggali, beliau menyarankan agar saya ke Baduy dalam untuk menuntaskan rasa penasaran saya akan Baduy.

Sekian dulu bagian pembukannya, akankah saya sampai ke Baduy dalam? Akankah saya bertemu hal hal yang luar biasa? Akankah rasa ingin tahu saya terpuaskan?

Sekali lagi Baduy Luar yang saya inapi benar benar seperti jas hujan diluar jaket....masih banyak yang belum saya tahu di dalam sana...

terimakasih telah membaca,tunggu lanjutannya ya. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar